Kamis, 09 Agustus 2012

Menjadi kaya lewat politik

Ini adalah titik balik dari proses demokrasi di Indonesia. Jatuhnya rezim Orde Baru pada tahun 1997, memunculkan '"Orde Reformasi". Alih - alih ingin mengganti kepemimpinan yang korup, dan otoriter dengan pemerintahan yang bersih dan demokratis, Orde Reformasi justru telah menciptakan menancapkan "Orde Korupsi"
Hampir satu dasa warsa reformasi terjadi di Indonesia, harapan peruhan yabg di janjikan banyak kalangan waktu itu hanya jargon belaka. Pengangguran makin meningkat, wibawa aparat pemerintah semakin memudar, dan yang lebih parah, angka korupsi naik secara signifikan. Ini di tandai dengan banyaknya para pejabat di tingkat pusat ataupun daerah yang harus berurusan dengan penegak hukum. Kalau di jaman orde baru, korupsi hanya terjadi di lingkunagn pemerintahan pusat, seakan tak mau kalah, kini korupsi juga sudah menjalar sampai pemerintahan level bawah.
Korupsi bukan saja terjadi  di eksekitiv saja. Tapi juga di lembaga legeslatif dengan berbagai modus dan skema yang baru. Tak mau ketinggalan, lembaga penegak hukum seperti kepolisian juga kini sedang disorot, dengan terlibatnya beberapa perwira polisi dalam kasus simulator SIM.
KPK sebagai lembaga baru pembrantasan korupsi yang lahir di era reformasi, belum bekerja secara optimal.
Sebagai lembaga baru yang dibentuk dengan dasar hukum yang jelas, kiprah KPK seperti Rambo di tengah belantara. Banyak upaya  yang ingin menggembosi peran KPK dalam usaha pemberantasan korupsi di negeri ini.
Korupsi semakin merajalela dengan adanya peta politik yang cenderung liberal. Kekuasan tak jauh dengan uang. Bahwa kendaraan politik bisa di jadikan sarana untuk mencapai tujuan kekuasaan yang memang sebagai ladang uang.
Tak heran, demi mencapai tujuan politik, baik itu pemilu maupun pemilukada, menjadi tempat berinfestasi  para politisi dengan suara rakyat yang menjadi komoditi politik. Jelas itu tak sehat bagi perkembangan demokrasi di Indonesia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar